Senin, 11 November 2013

KONSEP DASAR ORTOPEDAGOGIK




TUGAS KELOMPOK
M.K : PROFESI KEPENDIDIKAN



KONSEP DASAR ORTOPEDAGOGIK









PRODI PENDIDIKAN KOPERASI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2013


















KONSEP DASAR ORTOPEDAGOGIK



1.      Pengertian dan Jenis Ortopedagogik
            Ortopedagogik berasal dari bahasa Yunani arios, artinya lurus, baik, atau normal. Paedos artinya anak, dan agogos artinya pendidikan, pimpinan, atau bimbingan. Dengan demikian ortopedagogik dapat diartikan sebagai pendidikan yang bersifat meluruskan, memperbaiki, menyembuhkan, atau menormalkan anak-anak berkelainan atau anak luar biasa. Dengan kata lain, ortopedagogik adalah ilmu pendidikan bagi anak luar biasa. Pendidikan bagi anak luar biasa atau ortopedagogik tersebut dalam literatur-literatur berbahasa Inggris disebut special education, sehingga ada yang menterjemahkannya menjadi pendidikan khusus. Dengan demikian ortopedagogik dan special education memiliki pengertian yang sama, yaitu pendidikan bagi anak luar biasa atau pendidikan anak berkelainan.
            Ortopedagogik merupakan cabang dari ilmu pendidikan umum atau pedagogic umum yang di Indonesia biasa disebut pendidikan bagi anak luar biasa, atau pendidikan luar biasa, atau ilmu pendidikan luar biasa. Ortopedagogik sering dibagi dua macam, yaitu ortopedagogik umum atau ortopedagogik khusus. Ortopedagogik umum berkenaan dengan pendidikan bagi anak luar biasa pada umumnya, sedangkan ortopedagogik khusus berkenaan dengan pendidikan bagi tiap jenis anak luar biasa. Ortopedagogik umum membahas hakikat anak luar biasa dan landasan penyelenggaraan pendidikannya secara umum, sedangkan ortopedagogik khusus membahas hakikat tiap jenis anak luar biasa dan penyelenggaraan pendidikan secara rinci. Buku ini tergolong buku ortopedagogik umum sedangkan buku-buku yang khusus membahas pendidikan bagi tiap jenis anak luar bisa tertentu secara rinci seperti pendidikan bagi anak tunarungu, pendidikan bagi anak tunagrahita, pendidikan anak berbakat, pendidikan bagi anak berkesulitan belajar, dan sebagainya, disebut buku ortopedagogik khusus.

2.      Ortopedagogik sebagai Aplikasi Teori-teori Ilmu Lain
Pada mulanya ortopedagogik bukan merupakan suatu disiplin ilmu karena hanya merupakan aplikasi dari teori-teori disiplin ilmu tertentu, terutama ilmu kedokteran dan psikologi. Ilmu kedokteran adalah disiplin ilmu terapan yang berakar pada ilmu-ilmu hayat (biological sciences). Adapun objek material ilmu kedokteran adalah manusia sedangkan objek ontologis atau objek formalnya adalah kesehatan manusia. Dengan perkembangannya, ilmu yang berkenaan dengan sebab-sebab suatu penyakit (etimologi) dan ilmu tentang gejala-gejala suatu penyakit dalam ilmu kedokteran, terutama ilmu kedokteran jiwa (psikiatri) dan ilmu syaraf (neurologi), para dokter menemukan adanya penyakit yang disebabkan oleh kesalahan atau kekeliruan dalam pelaksanaan pendidikan. Berkat kemajuan ilmu tentang sebab-sebab suatu penyakit dan ilmu tentang gejala-gejala suatu penyakit tersebut pada dokter juga menemukan penyakit yang tidak dapat disembuhkan melalui penggunaan obat-obatan atau terapi medis tetapi diperlukan terapi pendidikan atau terapi educative (education theraphy). Dengan ditemukannya penyakit-penyakit yang disebabkan oleh kesalahan dalam pemberian pendidikan dan penyakit-penyakit yang memerlukan terapi pendidikan maka para dokter mengembangkan suatu tekhnik penyembuhan penyembuhan yang disebut ortopedagogik. Dengan demikian, nama ortopedagogik pada tahap ini belum dapa dikatakan sebagai suatu disiplin ilmu, tetapi hanya sebagai teknik penyembuhan yang bersifat mendidik (theraphy educativelly), sebagai aplikasi dari teori-teori ilmu kedokteran. Seperti telah dikemukakan bahwa objek formal ilmu kedokteran adalah kesehatan manusia, maka terapi pendidikan atau yang disebut ortopedagogik pada saat itu, diarahkan hanya pada usaha-usaha penyembuhan bagi anak-anak lur biasa yang tergolong cacat atau penyandang ketunaan, seperti tunagrahita, tunarungu, tundaksa, tunanetra, dan sebagainya (Van Gelder, 1988).
Para psikolog, khususnya yang berkecimpung dalam psikologi klinis, juga menghadapi masalah yang sama dengan yang dihadapi oleh para dokter. Dalam melaksanakan kegiatan profesionalnya, para psikolog menemukan adanya anak-anak dengan perilaku abnormal yang sumber penyebabnya adalah kesalahan dalam pendidikan. Para psikolog juga menemukan adanya anak-anak yang proses mental dan perilakunya menyimpang dari criteria normal yang memerlukan teknik penyembuhan yang bersifat mendidik. Teknik penyembuhan yang bersifat mendidik tersebut oleh para psikolog, seperti halnya para dokter, disebut ortopedagogik. Dengan demikian, nama ortopedagogik pada tahap ini bukan nama dari disiplin ilmu yang otonom melainkan halnya sebagai suatu teknik penyembuhan yang bersifat mendidik. Teknik penyembuhan ini juga lebih banyak terarah pada anak-anak luar biasa yang tergolong menyandang ketunaan atau cacat.
Dari uraian yang telah dikemukakan, menunjukkan bahwa baik para dokter maupun psikolog berhadapan dengan penyakit, proses mental, dan perilaku yang menyimpang dari criteria normal yang disebabkan oleh kesalahan atau kekeliruan pendidikan dank arena itu diperlukan teknik penyembuhan atau terapi yang bersifat mendidik. Oleh karena itu, ortopedagogik sebagai teknik penyembuhan dalam ilmu kedokteran dan psikologi belum dapat dipandang sebagai suatu disiplin ilmu yang otonom. Pada tahap ini baik dokter maupun psikolog menyadari bahwa mereka berhadapan dengan masalah pendidikan yang berada diluar objek formal atau objek ontologism disiplin ilmu mereka.

3.      Ortopedagogik sebagai Bagian Pedagogik
Masalah pendidikan yang sering dihadapi dokter dan psikolog dalam melaksanakan tugas profesionalnya disebabkan karena kondisi kesehatan manusia sering berkaitan dengan pendidikan yang diperoleh sebelumnya sehingga diperlukan teknik penyembuhan yang bersifat mendidik. Proses mental dan penyimpanan perilaku juga sering disebabkan oleh pendidikan yang diperoleh sebelumnya sehingga juga diperlukan teknik penyembuhan yang bersifat mendidik. Dengan demikian, baik para dokter maupun psikolog sering berhadapan dengan masalah pendidikan yang bukan merupakan bidang telaah atau objek formal atau objek ontologism keilmuan mereka. Dalam kondisi semacam ini ilmuan dituntut untuk memahami benar bidang telaah keilmuannya. Berkenaan dengan itu, Suriasumantri (1984) menyarangkan agar ilmuan mengetahui kaplingnya sendiri agar dipandang tidak imperialistic oleh ilmuan lain. Kondisi ini juga mendorong perlunya pendekatan multidisipliner dalam memecahkan permasalahan kehidupan sehari-hari, termasuk .permasalahan pendidikan. Pendekatan multidisipliner tersebut menuntup tiap ilmuan bersikap rendah hati dan mengetahui dengan sungguh-sungguh batas telaah keilmuannya.
Bidang telaah atau objek ontologism atau objek formal ilmu pendidikan atau pedagogic adalah situasi pendidikan anak untuk mencapai kedewasaan. Usaha memecahkan masalah pendidikan, khususnya pendidikan untuk anak luar biasa yang tergolong penyandang ketunaan, yang belum terintegrasi, seperti dilakukan oleh para dokter maupun psikolog, menyebabkan banyak ilmuan pendidikan merasa tidak puas. Ketidakpuasan tersebut mendorong dimasukkannya ortopedagogik yang semula hanya dipandang sebagai teknik penyembuhan medic-psikologik ke dalam disiplin ilmu pendidikan. Dengan masuknya ortopedagogik menjadi bagian dari ilmu pendidikan maka terjadi pula perbedaan asumsi tentang anak luar biasa pada saat ortopedagogik masih merupakan teknik penyembuhan medic-psikologik dengan pada saat telah menjadi bagian dari ilmu pendidikan. Dalam ilmu kedokteran dan psikologi keluarbiasaan, khususnya yang tergolong cacat, diasumsikan sebagai suatu yang perlu disembuhkan, diperbaiki, atau dinormalkan. Dalam ilmu pendidikan, anak baik yang normal maupun yang tergolong luar biasa, diasumsikan sebagai makhluk yang perlu dididik dan dapat dididik. Asumsi semacam itu oleh Langeveld disebut animal educandum, yaitu makhluk yang perlu dan dapat dididik. Dalam ilmu pendidikan semua anak diasumsikan dapat dan harus dididik walaupun potensinya mungkin sangat terbatas.
Menurut Suriasumantri (1984) tiap ilmu memiliki asumsi yang berbeda-beda. Seorang ilmuan harus benar-benar memahami asumsi yang digunakan dalam analisis keilmuannya. Karena penggunaan asumsi yang berbeda akan berbeda pula konsep pemikiran yang digunakan. Ada dua syarat asumsi keilmuan, yaitu harus relevan dengan bidang dan tujuan suatu disiplin ilmu, dan harus disimpulkan dari keadaan sebagaimana adanya dan bukan yang seharusnya. Asumsi tersebut hendaknya merupakan pernyataan kebenaran secara empiris dan dapat diuji. Sebagai bagian dari ilmu pendidikan, maka ortopedagogik pada tahap ini menggunakan analisis keilmuannya tidak lagi berdasarkan asumsi ilmu kedokteran dan psikologi (juga sosiologi) tetapi menggunakan asumsi dalam ilmu pendidikan atau pedagogik, yaitu manusia sebagai makhluk yang harus dan dapat dididik atau animal educandum.

4.      Ortopedagogik sebagai Disiplin Ilmu yang Otonom
Ilmu telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dan mencapai lebih dari 650 cabang keilmuan, bahkan ilmu kimia saja telah mempunyai 150 disiplin (Suriansumantri, 1984). Seperti halnya disiplin ilmu lain, ilmu pendidikan juga berkembang dengan pesat. Perkembangan yang sangat pesat tersebut disebabkan oleh adanya kecenderungan dari para ilmuan untuk melakukan spesialisasi telaah keahliannya agar diperoleh tingkat analisis yang lebih tajam dan lebih seksama. Kecenderungan semacam itu juga melanda para ilmuan dalam bidang pendidikan bagi anak luar biasa untuk menjadi ortopedagogik sebagai sisiplin ilmu yang otonom. Adapun persyaratan untuk menjadi disiplin ilmu yang otonom tersebut sudah ada, yaitu adanya bidang telaah khusus atau objek ontologis berupa situasi pendidikan anak luar biasa. Penegasan itu dikemukakan oleh Gelder (1988) bahwa objek ontologism dari ortopedagogik adalah situasi pendidikan dari anak yang memiliki hambatan dalam mencapai kedewasaannya.
Kedewasaan yang dimaksud bukan hanya kedewasaan biologis tetapi juga kedewasaan mental dan moral-sosial. Kedewasaan dapat diartikan sebagai taraf kematangan oprtimal dari berbagai potensi kemanusiaan secara integrasi yang mencakup fisik, kognitif, emosi, dan intitusi. Pengertian kedewasaan semacam itu menyebabkan ortopedagogik tidak hanya memiliki telaah garapan yang hanya mencakup usaha-usaha mendewasakan anak-anak luar biasa yang tergolong cacat atau mengandung ketunaan tetapi juga anak luar biasa secara luas termasuk anak berbakat.

5.      Ilmu-ilmu Penunjang Ortopedagogik
Ilmu penunjang ortopedagogik adalah disiplin ilmu yang memungkinkan untuk menjalani kerja sama multidisipliner dengan ortopedagogik dakam memecahkan masalah pendidikan anak luar biasa. Ilmu-ilmu tersebut tetap otonom dan bertolak dari asumsi dan bidang telaah atau objek ontologis masing-masing. Dengan demikian dengan banyaknya cabang ilmu sebegai akibat dari semakin terspesialisasinya bidang telaah ilmu maka dapat dikatakan hampir tidak ada ilmu yang mampu memecahkan masalah kehidupan tanpa harus menjalin kerjasama multidipliner dengan ilmu-ilmu lain. Melalui pendekatan multidisipliner analisis masalah pendidikan anak luar biasa menjadi lebih tajam sehingga pemecahan masalah tersebut diharapkan menjadi lebih efektif.
Berbagai disiplin ilmu yang sering terlibat dalam kerjasama multidisipliner untuk memecahkan masalah pendidikan anak luar biasa adalah ilmu kedokteran (neurologi, psikiatri, pediatri), biologi (anatomi, genetika), psikologi, dan sosiologi. Ilmu-ilmu yang sering terlibat dalam pendekatan multidisipliner tersebut disebut juga ilmu bantu atau ilmu penunjang ortopedagogik.

                                
                    


1 komentar:

  1. According to Stanford Medical, It is indeed the ONLY reason women in this country get to live 10 years longer and weigh an average of 19 KG lighter than us.

    (And actually, it has NOTHING to do with genetics or some secret diet and EVERYTHING to around "how" they eat.)

    BTW, What I said is "HOW", not "WHAT"...

    CLICK this link to see if this little quiz can help you find out your real weight loss potential

    BalasHapus